Gerak Literasi Indonesia Selenggarakan Sosialisasi Moderasi Beragama bagi Guru PAI

Geliat.id. Yayasan Gerak Literasi Indonesia bisa terus bermitra dan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI mengadakan kegiatan Focus Group Discussion mitra kolaborasi penguatan kapasitas moderasi beragama bagi guru PAI”, tahun 2023. Kegiatan tersebut bertempat di Wisma Syahida Inn Ciputat Tangerang Selatan, dan telah dilaksanakan secara luring, yaitu pada tanggal 14 November 2023. Kegiatan diikuti 40 pesarta perwakilan dari beberapa unsur, yaitu guru PAI, Pengawas PAI, siswa, dan mahasiswa.

Alhamdulillah,  para peserta telah hadir dan antusiasdan penuh khidmat dan aktif dalam kegitan tersebut. Dari segi pemateri atau narasumber yang diundang telah hadir dan memberikan pemaparannya untuk memantik diskusi dengan para peserta FGD. Jelas Ali Muhtarom

Direktur Gerak Literasi Indonesia,  Dr Ali Muhtarom juga menyampaikan tentang tujuan berdirinya lembaga Gerak Literasi Indonesia dan tujuan diadakanya kegiatan FGD terkait penguatan kapasitas moderasi beragama bagi guru PAI sebagai program prioritas Direktorat Pendidikan Agama Islam Kemenag RI.

Selanjutnya Ali Muhtarom mengungkapkan bahwa terselenggaranya acara tersebut diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan faktual terkait pemahaman keagaamaan bagi guru PAI.

Ali Muhtarom menjelaskan juga bahwa pendekatan moderasi beragama mampu menjadi jembatan dalam membangun harmonisitas dalam keragaman antar perbedaan dalam berkeyakinan. Pada saat ini pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengembangkan pembinaan moderasi beragama sebagai salah satu pendekatan tersebut. Terdapat empat prinsip dalam moderasi beragama yaitu, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penghargaan terhadap budaya. Keempat hal tersebut juga merupakan indikator dalam moderasi beragama di masyarakat,” terang Direktur Gerak Literasi Indonesia yang juga Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SMH Banten ini.

Selanjutnya, sambutan oleh Drs. H. Amrullah, M.S.I. selaku Direktur PAI Ditjen Pendis Kemenag RI yang menyampaikan tentang pentingnya pemahaman moderasi beragama bagi para guru, pengawas, dan siswa yang nantinya diharapkan bisa untuk disebarluaskan pemahaman tersebut mulai dari lingkungan terdekat, seperti keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar. Diakhir sambutannya, ia membuka secara resmi acara seminar moderasi beragama.

Acara penyampaian materi dalam FGD yang dipandu oleh Wildan Sahuri Ramdani. Sesi pertama dimulai pada pukul 08.00 – 12.00 WIB oleh Dr. Yanto, M.Ag, Kasubdit PAI pada SMP/SMP LB dan Hulliyah, M.Si.,Ph.D, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga fasilitator nasional MB.

Dalam pemaparannya, Dr. Yanto menyampaikan banyak hal tentang misi, tantangan, dan langkah strategis Guru PAI dan lembaga yang berkaitan dalam memberikan pengajaran serta pemahaman yang baik tentang agama Islam kepada para peserta didik.

Menurut Yanto, terdapat lima ruang lingkup materi yang wajib diajarkan oleh Guru PAI kepada peserta didik diantaranya, akhlak, tarikh, fiqh, al-quran hadist, dan syariah. Di tengah munculnya paham radikalisme dan tindakan terorisme, dengan waktu pengajaran yang tidak begitu banyak yakni tiga jam para Guru PAI di tingkat SD, SMP, dan SMA, serta lembaga terkait memiliki beberapa tantangan yang membuatnya harus terus berpikir inovatif tentang berbagai metode pembelajaran dan buku bahan ajar yang dapat memberikan pemahaman tentang Islam yang moderat, tepat, dan sesuai dengan pemahaman para ulama/kiyai/sahabat, termasuk Nabi Muhammad Saw dan disesuaikan pula dengan nilai bermasyarakat dan bernegara.

Dengan permasalahan tersebut, menurut Yanto, Direktorat Pendidikan Agama Islam saat ini telah menyusun langkah strategis, yaitu, pertama, membuat buku bahan ajar PAI yang disusun secara holistik dan integratif sebagai pegangan bagi guru PAI dalam memberikan pembelajaran siswa/i di tingkat SD, SMP, dan SMA.Kedua, membuat empat modul yang memuat sembilan hal moderasi beragama disusun tahun 2022 yaitu buku 1 memuat tentang sembilan nilai moderasi beragama terdiri atas tawassuth/moderat, i’tidal/adil, tasamuh/toleransi, syuro/musyawarah, islah/perbaikan, qudwah/pelopor, muwatanah/cinta tanah air, al-la ‘unf/anti kekerasan, dan i’tiraf al-‘urf/cinta budaya.

Buku 2 memuat tentang pedoman pelaksanaan pelatihan atau seminar moderasi beragama.

Buku 3 memuat tentang pedoman bagi Guru PAI dalam mengintegrasi nilai-nilai moderasi beragama kepada peserta didik.

Buku 4 memuat tentang pedoman bagi siswa dalam mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama pada pembelajaran PAI.

Kemudian narasumber Khodijah Hulliyah, M.Si,Ph.D membahas “Sketsa Kehidupan Beragama di Indonesia dan Sekolah”. Hal yang disampaikan pertama kali adalah terkait informasi moderasi beragama saat ini yang dapat diakses melalui banyak sumber dilihat dari data terdapat sekitar 125.6% pengguna mobile dan 73.7% pengguna internet di Indonesia. Dengan terus meningkatnya perkembangan teknologi dan aktivitas pengguna internet saat ini tentu sangat mudah dalam memberikan pengaruh negatif terhadap cara pandang setiap orang.

Seperti contoh dalam materinya, Khodijah turut menceritakan mengenai kisah Nur Dhania yang terpengaruh pikirannya untuk bergabung dengan ISIS akibat informasi digital sangat luas pembahasannya namun tidak didukung dengan pengetahuan Nur Dhania untuk bisa memilah dan mencerna dengan baik informasi yang diterimanya.

Selain itu, terdapat cerita lain mengenai satu keluarga yang melakukan aktivitas ekstrim dengan melakukan bom bunuh diri yang dianggapnya sebagai aktivitas agama Islam. Hal itu dapat terjadi karena banyaknya informasi yang simpang tersebar dan membuat masyarakat yang kurang pengetahuan dapat dengan mudah terprovokasi.

Dengan beberapa contoh di atas dalam hal ini moderasi beragama sangat penting untuk terus disebarluaskan pemahamannya agar pemikiran Islam setiap masyarakat menjadi moderat dan tidak simpang.

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional maupun global sehingga terdapat Ledder of Inference atau tingkatan proses dalam pengambilan tindakan bermoderasi yang dapat dilakukan, antara lain, pengalaman dan pengumpulan, mengobservasi dan turut merasakan data yang diobservasi, menyaring dan memilah informasi berdasarkan data yang diobservasi.

Pada sesi kedua, Dr. Dedi Sunardi, M.H. dan Dr. Anis Masykhur menyampaikan materi tentang dengan pembahasan Theologi Moderasi Beragama dalam Perspektif Agama Islam dan Analisis Sosial dengan Perangkat Gunung Es dan Proses U”. 

Dalam pemaparannya, Dr. Dedi Sunardi menyampaikan sembilan kata kunci moderasi beragama yang terdiri atas Kemanusiaan, Kemashlahatan Umum, Adil, Berimbang, Taat Konstitusi, Anti Kekerasan, Komitmen kebangsaan,

Toleransi, dan Penghormatan kepada Tradisi. Dalam diskusinya dibahas mengenai contoh dari perilaku negatif taat konstitusi dan anti kekerasan di lingkungan sekolah yang dalam hal ini yaitu tindak bullying dan sikap guru/siswa yang tidak pernah melakukan hormat kepada bendera merah putih saat upacara berlangsung.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, Dedi menyampaikan tentang praktik proses U-Analysis sebagai berikut:

Pertama, Pola dan Tren. Polaini berusaha untuk melihat sesuatu hal yang salah dan memprovokasikan kepada orang lain seperti halnya tidak ingin hormat bendera karena memiliki pola pikir hormat kepada benda mati. Cara menanganinya adalah dengan memberikan opini bahwa terdapat perjuangan di dalam bendera tersebut, bukan berpikir bahwa bendera itu benda mati.

Kedua, struktur penyebab. Pola ini perlu diahami sebab dari kasus bullying yang terjadi dan tidak menutup mata telinga untuk menerima keluhan atas tindak bullying, serta bertindak adil atas pemberian konsekuensi terhadap para pelaku bullying.

Selain itu, gaungkan edukasi kepada siswa mengenai perturan dan sanksi yang akan terjadi atas tindakan bullying yang mereka lakukan.

Ketiga, mental model. Pola ini untuk memahami cara berpikir setiap peserta didik yang benar tetapi tidak tepat untuk bisa diarahkan dan membangun mental kepribadian yang baik.

Dr. Anis Masykhur, S.Ag., M.A. menyampaikan bahwa bertindak moderat/ moderasi merupakan salah satu bentuk ibadah. Di dalam ayat Al-Quran tertera bahwasanya manusia itu bermoderat. Jadi, yang harus dimoderasikan itu cara beragama masing-masing orang bukan agamanya karena agama itu pada dasarnya sudah moderat.

Salah satu contoh orang yang memiliki cara beragama yang tidak bermoderat atau berlebihan, yaitu mengejar yang sunah dan meninggalkan yang wajib. Dalam hal ini contoh aktivitas nyatanya, yaitu ketika seorang guru mengejar pahala untuk melakukan ibadah umrah yang hukumnya sunah, sedangkan ia meninggalkan hal yang menjadi kewajibannya, yaitu sebagai guru yang memberikan pengajaran kepada para peserta didik.

Disamping itu, Anis juga menyampaikan mengenai definisi moderasi beragama adalah sebuah sikap dan cara berpikir untuk menjalankan esensi beragama yang tidak bertentangan dengan syariat agama, sebagai contoh yaitu demo diwaktu pelaksanaan salat jumat, melakukan salat berjamaah ditengah jalan yang dapat mengganggu kemaslahatan umum.

Moderasi memiliki padanan makna, yaitu tawasuth (tengah – tengah) dan i’tidal (adil) yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya bukan berarti dibagi sama rata. Cara berpikir yang adil adalah berbasis ilmu, yakni segala hal keputusan dan perilaku kita harus bebasiskan ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan. Ilmu-ilmu tersebut kelak yang menjadi pegangan kita saat ingin bertindak toleransi dan berpikir moderat terhadap segala hal dalam kehidupan sosial keagamaan.