Jilbab Yes, Niqob No!

Oleh: Dr. KH. Fadlolan Musyaffa’, Lc., MA

Mengamati dialog antara teks dan kontek terhadap niqob (cadar), kita akan menemukan jawaban yang cukup meyakinkan bahwa niqob adalah tradisi baru yang datang bersama masyarakat Islam masa kini. Dan ia bukan bagian dari ajaran Islam yang prinsip, tetapi sebuah adat tradisi dari peradaban sebagian bangsa arab . Pendapat tentang wajibnya memakai niqob bagi perempuan adalah sebuah pendapat yang debatable di dalam perkembangan fiqh Islam kontemporer.

Ada satu kelompok yang mengampanyekan niqob, meskipun kita tahu bahwa di dalam hati mereka tidak tahu persis hukum memakai niqob, mungkin karena kecenderungan kelompoknya yang kebanyakan tidak memahami dasar agamanya secara baik, bahkan ada yang sampai berani menjelek-kan kelompok lain (pemakai jilbab) yang tidak memakai niqob, dianggap tidak menaati ajaran agama, melanggar Alquran dan Al-Hadis, yang selayaknya dosa dan masuk neraka.

Kita akan mencoba melihat historis niqob dari teks Alquran dan As-sunah, sebagai pijakan keyakinan kaum wanita yang berjilbab, atas tuduhan dari saudara-saudara kita yang berniqob dan saudara-saudaranya dari penyeru niqob, yang mana mereka tidak henti-hentinya menyerang mereka dari waktu ke waktu. Karena, mereka tidak menutup wajahnya, hanya dengan dalil wajah adalah tempat yang subur bagi fitnah. Niqob adalah pengumpul kebaikan. Yang hanya memakai jilban tidak berniqob telah melanggar Al-Qur’an dan Al-Hadis, serta ajarannya para ulama salafush shaleh. Begitulah tuduhan mereka.

Kita berharap ada dialog dan penjelasan yang lebih mendalam dengan dalil yang kuat, pembahasan yang matang, sehingga mampu menghentikan perdebatan yang tak kunjung berakhir dalam masalah ini. Sebanarnya hal ini, hanya bersifat cabang kecil dari hukum fikh yang bersifat ijtihadi, sehingga tidak begitu penting dalam dasar-dasar dan prinsip syariat Islam. Hendaknya kita kembali pada prinsip menutup aurat (satrul aurah) sebagaimana jilbab yang telah menjadi kesepakatan jumhur ulama’ atas hukum kewajibanya dengan dasar yang sahih dan akurat. Wallahu A’lamu bis-Shawab.

Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan dan Direktur Ma’had Al Jami’ah UIN Walisongo Semarang